Beberapa minggu yang lalu saya berkunjung ke daerah Madura, tempatnya di Dusun Nangkernang Desa Karanggayam Kecamatan Omben Kabupaten Sampang. Tempat itu merupakan tempat dimana terjadinya tragedi penyerangan dan pembakaran Rumah salah satu pimpinan aliran Syi’ah yang ada di madura, yaitu rumah Tajul Muluk.
Saat ini rumahnya rata dengan tanah, yang tersisa hanyalah bekas genteng yang sudah hancur, di samping bangunan yang hancur masih ada gubuk kecil, yang tidak ikut terbakar, tempat itu dulunya digunakan sebagai tempat tamu yang menginap di rumah Tajul Muluk, saat ini tempat yang beratapkan seng tersebut di tempati oleh istri, anak dan ibu Tajul Muluk.
Tragedi penyerangan menurut informasi yang diperoleh dari masyrakat sekitar di sinyalir karena tindakan kelompok Syi’ah pimpinan Tajul Muluk yang terlalu arogan dan vulgar dalam menyebarkan ajarannya. Tidak jarang Tajul Muluk dan kelompoknya ketika melakukan perkumpulan selalu menyalahkan orang-orang setempat yang berbeda aliran dengannya.
Di samping itu tajul muluk juga kerap kali merubah budaya dan tradisi masyarakat nagkernang yang sudah di amalkan dan di lestarikan bertahun-tahun, mulai dari nenek moyangnya, tetapi karena semua itu dianggap sebagai tindakan yang salah Tajul Muluk merubahnya dengan model yang dianggapnya lebih benar dari tradisi dan budaya sebelumnya. Tidak hanya itu saja sebetulnya banyak sekali tindaka-tindakan yang dilakukan oleh Tajul Muluk untuk melecehakan orang-orang yang tidak sepaham dengannya.
Sikap seperti Tajul yang seperti itu yang membuat masyarakat Nangkernagn dan sekitarnya meluapkan kemarahannya dengan membakar dan menghancurkan rumah Tajul Muluk. Kemarahan masyarakat tidak bisa dibendung lagi, tetapi pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat bukan berarti tindakan yang pertama yang dilakukan kepada Tajul Muluk, tetapi sebelum tragedi pembakaran dan penyerbuan berlangsung masyarakat dengan pemerintah setempat telah melakukan diskusi untuk mencari solusi dengan Tajul muluk yang berakhir dengan adanya sebuah kesepakatan antara pihak warga dan pihak Tajul Muluk, tetapi kesepakatan yang telah dibuat oleh Tajul Muluk kerap kali di langgar, dan masyarakat sering dibohongi oleh Tajul Muluk, sehingga solusi terahir dari masyarakat rumah Tajul Muluk harus di bakar.
Kasus penyerangan kepada kelompok Syi’ah di sampang merupakan gambaran, bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh masyarkat hanyalah untuk mempertahankan harga dirinya dan keyakinannnya. Masyarakat Nangkernang yang sebelumnya merupakan basis orang-orang Sunni tetapi orang-orang Sunni habis di sapu oleh orang-orang Syi’ah, yang gampang untuk menyalahkan dan mengkafirkan orang lain.
Tindakan kelompok-kelompok ektrim di indonesia kiranya patut untuk di waspadai. Selama ini ketika ada kasus penyerbuan yang dilakukan oleh masyarakat yang di pojokkan cenderung kelompok mayoritas, baik itu media massa maupun media cetak. Tetapi perlu di garis bawahi bahwa media tidak selamanya bersikap netral pada sebuah kasus atau kejadian, meraka banyak yang memihak, dan untuk kejadian-kejadian isu SARA mereka lebih cenderung memihak pada kelompok minoritas, meskipun kelomok tersebut salah.
Tidak hanya persoalan mihak memihak, harus kita sadari bahwa di Indonesia saat ini banyak sekali yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi salah. Hal ini bisa kita lihat dari ribuan bahkan jutaan kasus yang tidak di peroses oleh pengadilan atau kasus tersebut hanya ngendon di kator kepolisian setempat, tujuannya hanya satu agar yang salah bisa menjadi benar dan yang benar bisa disalahkan dan di tertawakan oleh orang yang salah.
Pemimpin kita nampaknya masih belum mampu untuk menciptakan sebuah keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Meskipun ketika momentum pemilu banyak gambar calon pemimpin yang mengobral janji untuk menjunjung keadilan dan menciptakan sebuah kesejahteraan bagi masyarakat dan negara. Tetapi nyatanya setelah mereka terpilih janji yang mereka ucapkan hanya menjadi sebuha mimpi dan hiasan semata. Inilah wajah negara kita saat ini. Negara kita masih belum mampu utuk berbuat adil bagi rakyatnya.
Masyarakat Indonesia saat ini menanti janji, janji dimana keadilan bisa dirasakan oleh setiap orang. mungkin lebih tepatnya hak untuk bersuara lebih sering digunakan ketiak orang atau kelompok memiliki sebuah masalah. Seperti kelompok Syi’ah di Madura saat ini mereka berteriak bahwa mereka berhak dan bebas untuk bersuara dan berkeyakinan, namun sebelum-sebelumnya mereka menjelek-jelekkan negara.
(Kafur)
0 komentar:
Posting Komentar