Jumat

Hukum Adat Sangat Bijaksana


Berbicara dunia hukum, tidak lepas dari sistem perundang-undangan yang membatasi kita dalam menjalankan kewajiban berinteraksi sehari-hari. Semua hukum bersumber dari komitmen bersama yang dibuat dengan tujuan yang sama yang dikumpulkan melalui  norma dan hukum. Hukum dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Akan tetapi hukum adat tidak pernah berubah, walau waktu terus berjalan. Tetapi keasliannya tetap dipertahankan sehingga dijadikan kebiasaan yang melekat dalam bentuk hubungan satu sama lain.
Hukum yang awalnya di bentuk sebagai peraturan-peraturan yang dilengkapi dengan sangsi akan mendarah daging bila hukum itu sangat memberikan nutrisi bagi  masyarakat dan biasanya hal semacam ini akan bertahan sedemikian lamanya dan pada akhirnya dijadikan hukum adat.
hukum adat yang banyak diremehkan oleh kalangan masyarakat,  baik dari perilakunya, budaya, lokasi dan cara berpakaian. Padahal hukum adat mempunyai Kearifan  yang sangat luar biasa.
Hukum adat selalu menjungjung kerukunan, gotongroyong hingga rasa saling menghargai satu dengan yang lainya. Di situlah sumber kedamaian sosial dapat dirasakan.  Sehingga dapat menjauhkan dari berbagai  masalah sosial.
Sebagai contoh ada dua suku yang masih terkenal dengan ketauladanan serta kearifan nilai hukum adatnya yang dipertahankan.

Suku Tengger
Suku Tengger yang berada di kabupaten probolinggo merupakan suku asli yang beragama Hindu. Menurut legenda, asal-usul suku tersebut dari Kerajaan Majapahit yang mengasingkan diri. Uniknya, melihat penduduk di sekitar (Su-ku Tengger) tampak tidak ada rasa ketakutan walaupun mengetahui Gunung Bromo itu berbahaya,  karena Suku tennger percaya bahwa alam tidak akan marah apabila adat tetap diterapkan.
Hukum adat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari suku tengger, sehingga suasana sangat tentram tanpa adanya konflik, karena satu denagan yang lainnya salsaling menjaga.
Dukun di suku tengger mempunyai peranan yang sangat penting  dalam mengontrol penrapan hukum adat, baik mengenai perkawinan, kematian dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dukun juga sebagai badan konsultasi baik mengenai kesulitan hipup serta memberikan informasi tentang bencana-bencana alam yang mau menimpa sukunya, seperti marahnya penunggu  gunung bromo yang meminta tumbal.
Selain itu dukun juga berfungsi sebagai penegah dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam suku tenggar. Untuk mengatasi masalah dukun akan menyelesaikannya dengan musyawarah, sehingga keputusan dari musyawarah di sepakati kedua belah pihak.

Suku tengger juga memiliki tradisi yang dikenal sampai kemanca Negara,yaitu upacara kasada,setiap upacara ini digelar, banyak wisatawan yang berkunjung untuk menyaksikan pelaksanaan upacara tersebut. Upacara Kasodo diselenggarakan setiap tahun (Desember/Januari) pada bulan purnama. Melalui upacara tersebut, masyarakat Suku Tengger memohon panen yang berlimpah atau meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit, yaitu dengan cara mempersembahkan sesaji dengan melemparkannya ke kawah Gunung Bromo, sementara masyarakat Tengger lainnya harus menuruni tebing kawah dan meraih untuk menangkap sesaji yang dilemparkan ke dalam kawah, sebagai perlambang berkah dari Yang Maha Kuasa.
Masyarakat Suku Tengger tidak mengenal dualisme kepemimpinan ,walaupun ada yang namanya Dukun adat. Tetapi secara formal pemerintahan di daerah tengger tetap adad. Suku Tengger dipimpin oleh seorang Kepala Desa ( Petinggi ) yang sekaligus adalah Kepala Adat. Sedangkan Dukun diposisikan sebagai pemimpin Ritual / Upacara Adat. Ciri khas lain dari suku Tengger terletak pada bahasa yang mereka pergunakan. Mereka memakai bahasa Jawa kuno dengan dialok khas Tengger yang juga diyakini sebagai bahasa dan dialok asli warisan  Majapahit.
ciri khas pakaian suku tengger adalah kain sarung yang dililitkan ditubuhnya. Sarung itu juga dijadikan pengganti jaket untuk mengusir rasa dingin.
            Suku tengger sangatlah kuat kepercayaannya sertamemiliki memiliki prinsip dengan menjalankan hukum adat maka hasil panennya akan melimpah

Suku badui
Suku badui adalah sebuah Suku yang mendiami kawasan Pegunungan Keundeng, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Mereka memiliki prinsip hidup cinta damai, tidak mau pada konflik dan taat pada tradisi lama serta hukum adat. Sehingga kehidupan mereka cenderung tertutup dari hubungan luar (mengisolir diri). Masyarakat suku Baduy sendiri terbagi dalam dua kelompok. Kelompok terbesar disebut dengan Baduy Luar atau Urang Panamping. Kedua suku ini mempunyai ciri yang berbeda dan wewenang yang berbeda pula. Masyarakat badui dalam menggunakan pakaian dan ikat kepala berwarna putih sementara badui luar selalu menggunakan pakaian berwarna hitam.

Suku badui memang berprinsip hidup cinta damai. Tidak mau pada konflik, dan taat pada tradisi hukum adat, sehingga mereka sangat mematuhi ajaran-jaran budaya. Semua hukum adat diterapkan dalam kehidupan sehari-seharinya, tidak ada warga suku baduy yang berani melalaikan hukum adat karena kalau sampai ditinggalkan mereka akan mengalami kesusahan serta bencana akan datang.
Melongok kehidupan suku badui, mereka  memang sangat mandiri sekali. Mereka hidup tanpa listrik,uang,dan kendaraan. Semuanya mereka kerjakan secara otodidak dan tradisional. Seperti membangun jembatan dari bambu dan pohon – pohon besar disekitarnya yang digunakan untuk menopang jembatan. Sehingga keadaan alam suku badui sangat asri dan jauh dari polusi.s
Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.
Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.Untuk melanjutkan tugas nenekmoyangnya, dalam menjaga kedamaian dunia, suku baduy melarang orang yang datang ke desanya Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi, menggunakan alas kaki, pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat),  larangan menggunakan alat elektronik (teknologi) serta menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.



0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes