Kamis

Mahasiswa Ompong


Mahasiswa adalah kaum terpelajar muda yang berada pada level tertinggi suatu proses pendidikan, dimana pada diri merekalah terdapat sebuah tumpuan harapan rakyat yang sangat besar. Peranan mahasiswa sesungguhnya sebagai individu-individu yang berusaha menyesuaikan diri dengan orang-orang atau golongan yang berusaha mengubah tradisi, dengan demikian akan terjadi perubahan tradisi yang lebih baik dalam dinamika kehidupan masyarakat. Sejatinya Mahasiswa bergerak melalui mekanisme pendidikan aktif dan independensinya tidak dicemari oleh berbagai kepentingan sosio cultural politice yang bertentangan dengan kebutuhan rakyat. Maka muncullah pelaku pergerakan pembelaan rakyat yang sering diistilahkan dengan aktivis kampus.
Mereka bergerak di jalur politik dan aktivis imajiner atau apapun itu adalah bagian dari dunia kampus. Sebagai miniatur negara, kampus memang memiliki keragaman, baik dari aktivitas, pola pikir sampai dengan identitas. Dan dari perbedaan atau pluralitas itu kampus menjadi tempat lahirnya banyak pelaku perubahan yang kemudian berbaur dengan masyarakat.
Gerakan mahasiswa tampaknya memang sudah menjadi tuntutan zaman. Ia timbul tenggelam dalam pergolakan bangsa-bangsa yang ingin menata kehidupan demokrasinya secara lebih beradab antara lain dengan mengikutsertakan suara-suara kaum mudanya. Fenomena-fenomena gejolak mahasiswa di tanah air yang eskalasinya sangat luas ini, mengingatkan kita kembali pada sinyalemen seorang pengamat gerakan mahasiswa, Philip G. Albach, bahwa aktivitas kemahasiswaan di dunia ketiga tetap merupakan suatu faktor penting. Aktivis kampus pada saat ini tidak seperti hanya sebagai status saja. Fakta membuktikan bahwa mahasiswa yang ikut serta dalam sebuah organisasi eksternal.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang aktivis berkondisi tidak baik. Pertama, kurangnya solidaritas antar sesama. Kedua, kurang adanya controlling dari pihak atasan (senior). Ketiga, tidak ada orientasi yang jelas dalam menyongsong organisasi yang dimaksud ke depannya. Keempat,daya kepemimpinan kurang terorganisir. Kelima, kurang adanya rasa memiliki terhadap organisasi yang dimaksud. Seharusnya aktivis bisa berperan di internal kampus maupun di eksternal kampus, memiliki intelektual yang cukup bagus karena mereka bukan hanya berstatus aktivis tetapi juga akademisi. Perlu ada kesadaran diri dari masing-masing aktivis tersebut akan kondisi yang ditimpanya pada saat ini. Karena peran mahasiswa yang sekaligus berstatus aktivis sangat diidam-idamkan oleh masyrakat.     
Pentingnya peran mahasiswa ini layak kita garis-bawahi, tidak hanya terletak pada posisinya yang cenderung “elitis” sehingga membuat mereka merasa memiliki kedudukan istimewa dalam masyarakatnya. Tapi, juga berkaitan dengan struktur dan lembaga politik di negara-negara berkembang yang dinilai belum mapan, sehingga meniscayakan dampak langsung aktivitas mahasiswa atas politik. Dan juga yang paling utama adalah keterlibatan moral dalam proses politik bangsanya, untuk menemukan sebuah kebenaran yang diidam-idamkan rakyat, yang telah berusaha memulihkan kualitas kehidupan bangsanya. Bukan hanya kualitas hidupyang dicerminkan dalam hal-hal yang bersifat material, tapi yang terpenting juga kualitas demokrasi atau martabat manusia itu sendiri.Akan tetapi, banyak mahasiswa tidak menyadari bahwa mereka adalah kaum intelektual murni yang diharapkan masyarakat awam, karena dipandang bebas dari kepentingan politis elit tertentu.
Mereka beranggapan bahwa kuliah hanya sebagai salah satu syarat utama untuk mencari kerja, juga mungkin hanya sebatas ikut trend global bahwa kuliah adalah suatu lifestyle anak muda masa kini dengan berbagai corak tingkah laku yang sebenarnya dapat menghancurkan identitas kemahasiswaan di mata masyarakat. Mahasiswa, kampus dan politik merupakan tiga entitas yang dapat saling berikatan. Di kampus, mahasiswa tidak hanya mengisi aktivitas dengan belajar. Mahasiswa dengan berbagai peran sosialnya dapat melakukan aktivitas-aktivitas sosial-politik. Aktivitas ini sekurang-kurangnya dapat dilihat pada fenomena pemerintahan mahasiswa sebagai wujud dari politik kampus. Sebagian kecil mahasiswa memilih menjadi aktivis kampus untuk bisa mewujudkan peran tersebut.
Peran tersebut menjadi tantangan sulit bagi mereka yang belum berpengalaman sama sekali, sehingga seringkali terlihat rapuh dan berkembanglah perasaan skeptis dari pemikiran mereka. Sedangkan yang sudah berpengalaman tidak mampu untuk merangkul semua elemen kampus karena beranggapan bahwa hanya dialah yang mampu untuk memimpin suatu pergerakan mahasiswa yang sesungguhnya, sehingga tidak mendapatkan kepercayaaan dari yang lain, hanya bergaul dengan orang-orang tertentu yang dianggap sepadan dengannya (elitis). Sudah saatnya aktivis merubah pola pikir, merubah paradigma statis bahwa aktivis tidak lagi mampu menjadi pembela rakyat. Laili**




0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes