Minggu

Buruh Dalam Konsep Alienasi

Dewasa ini ketika kita melihat nasib buruh sangatlah miris. Berbagai aspek yang tidak mengarah pada kaum buruh, mulai dari sistem dalam sebuah instansi formal maupun informal hingga sampai pada kebijakan pemerintah. Sistem dalam sebuah instansi, misalnya banyak dari instansi-instansi yang memberi upah atau gaji kepada kaum buruh di bawah standar UMR (Upah Minimum Regional). Kesulitan yang dihadapi oleh kaum buruh merupakan sebuah problematika bagi internal kaum buruh dan kemiskinan bagi daerah setempat. 

Kaum buruh identik dengan sebuah lapisan masyarakat bawah yang tidak jauh dari kemiskinan dan tidak terlepas dari yang namanya pekerja. Puncak perkembangan industri yang terjadi pada saat ini tidak terlepas dari yang namanya revolusi industri pada tahun 1808 yang ditandai dengan nilai-nilai dalam memproduksi sesuatu. Asal mulanya, nilai produksi bernilai sebagai nilai guna bagi diri sendiri. Akan tetapi, dengan adanya revolusi industri nilai guna berubah menjadi nilai tukar sehingga memproduksi barang bukan hanya untuk dikonsumsi sendiri akan tetapi hasil produksi yang dijual adalah untuk memperoleh keuntungan.
Dari sini, muncullah sebuah etos kerja yang mampu meningkatkan produktifitas tanpa diikuti kontrol sosial yang bagus sehingga muncullah ketimpangan  antara kaum pemilik modal (borjuis) dengan  kaum buruh (proletar). Sistem kapitalisme pun sudah masuk dalam proses berproduksi sehingga para pekerja atau kaum buruh dalam kegiatan produksi industrial berada di bawah kendali kapitalisme atau pemilik modal.
Dalam kondisi seperti itulah para buruh mengalami alienasi dari kemanusiaannya, karena dibuat bergantung pada para pemilik modal. Hal ini terjadi berkaitan dengan konsep kerja para buruh yang bukan lagi diartikan sebagai inti kehidupan mereka, melainkan hanya dijadikan instrumen dalam kegiatan produksi dari pemilik modal untuk meraup keuntungan dari setiap kegiatan produksi yang mereka lakukan.
Marx, melalui George Ritzer mengungkapkan 4 jenis alienasi dalam sistem kapitalis, 1) aktifitas pekerjaan ditentukan oleh pemilik modal dengan imbalan upah, 2) keterasingan para pekerja atas apa yang diproduksinya, 3) para pekerja tidak memiliki kegiatan sosial dengan sesamanya, dan 4) potensi yang dimiliki oleh setiap pekerja menjadi tidak berarti.
Kelanjutan dari keterasingan ini adalah keterasingan kaum proletar dari kehidupan mereka pada pekerjaan, bukan terasing dalam bekerja itu sendiri. Pada dasarnya mereka menyadari keterasingannya terhadap kehidupan ini, namun dengan ilusi yang diciptakan oleh pemilik modal dalam bentuk upah sebagai imbalan dari apa yang telah mereka kerjakan membuat para pekerja ini tidak menyadari keterasingan mereka tersebut. Azam Afian Dinata, Mahasiswa IV Sosiologi.




0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes