Minggu

Mengkongsep Gerakan Buruh Masa Depan


Di Indonesia, gerakan buruh dibentuk pertama kali pada tahun 1910-an, organisasi buruh di negeri ini dalam sejarahnya mendahului partai-partai politik dan beragam organisasi massa lain. Seperti juga dilakukan penjajah Malaya, otoritas Hindia Belanda banyak memberangus tumbuhnya kelompok radikal gerakan buruh yang dipengaruhi oleh perkembangan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Selanjutnya, setelah gerakan buruh dibungkam oleh pemerintahan penjajah Belanda sebagai dampak dari pemberontakan yang gagal yang didorong oleh PKI pada 1926, buruh terorganisasi kembali dan muncul dalam perjuangan kemerdekaan bersenjata yang tak lama disusul dengan berakhirnya Perang Dunia II.
Gerakan buruh, sejak 1970-an hingga kejatuhan rezim Orde Baru pimpinan Soeharto, dihambat oleh sistem korporatis yang sangat otoriter yang hanya memberikan ruang kepada satu federasi serikat buruh sah bikinan pemerintah, dan yang secara maya (virtual) melarang aksi industrial atas nama kesatuan dan persatuan nasional. Aspek kunci dari strategi ini ialah penyebaran kebijakan satu federasi serikat buruh sah bikinan pemerintah yang sangat terkontrol, dan juga penyebaran sistem hubungan industrial yang berpola menghindari konflik sebagai satu hal yang prinsipil—karena dianggap tidak sesuai dengan nilai budaya Indonesia.
Indonesia adalah bangsa Asia Tenggara yang paling parah tertimpa Krisis Asia dan juga negeri yang buruh terorganisasinya paling keras dibungkam. Terutama, hanya krisis ekonomi di Indonesia yang kemudian memunculkan satu krisis politik yang mendasar. Seluruh bangunan sistem rezim yang telah lama akhirnya melonggar ketika krisis tak kunjung teratasi yang itu berarti terbukanya kesempatan-kesempatan baru bagi pengorganisasian buruh.
Tetapi kasus Indonesia juga menunjukkan bahwa kapasitas buruh untuk mempengaruhi kebijakan negara tergantung pada posisinya dalam konstelasi kekuatan sosial yang lebih luas. Tentu peristiwa bersejarah tumbangnya sang diktator Soeharto pada Mei 1998 membebaskan upaya pengorganisasian buruh dari sekian hambatan hukum yang telah lama ada. Namun, ketika elite lama dan elite baru kembali terbentuk dalam satu format politik demokratis, buruh terorganisasi umumnya tetap saja tidak terlibat meskipun terdapat banyak sarana-sarana pengorganisasian yang baru. Dari kekuatan-kekuatan utama yang bertarung membentuk kembali kekuasaan pasca-Orde Baru, tak satupun yang memiliki dukungan konstitusi dari buruh; satu kenyataan yang banyak diakibatkan oleh disorganisasi sistematik dan marjinalisasi buruh di bawah Soeharto.
Untuk itu, harus juga diingat bahwa krisis ekonomi Indonesia yang mengakibatkan tingkat pertumbuhan ekonomi minus 14 persen pada 1998, juga berdampak meningkatkan angka pengangguran dalam jumlah besar. Dalam kondisi perekonomian dengan tingkat pengangguran yang sangat kronis, tentu hal ini semakin memperlemah posisi tawar organisasi buruh. Stagnasi ekonomi Indonesia merobohkan ratusan perusahaan, termasuk di sektor manufaktur berorientasi ekspor yang sangat penting bagi pertumbuhan Indonesia pasca-bom minyak dan sebelum krisis (kira-kira sejak awal tahun 1980-an hingga tahun 1997). Para buruh perkotaan yang jumlahnya tak terhitung pun tidak memiliki pilihan selain pulang ke kampung-kampung halaman mereka di pedesaan, mencari perlindungan dari bencana krisis.
Selain itu, ketika sejumlah serikat buruh baru bermunculan, saat ini tak ada organisasi buruh tingkat nasional yang atas nama buruh dapat bernegosiasi dengan kepentingan lain yang kebanyakan terbentuk dalam aliansi-aliansi yang rakus di partai-partai politik baru. Bekas organisasi buruh yang “resmi” di tingkat pusat, FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), mulai tercerai-berai nyaris secepat ketika Soeharto jatuh, akan tetapi praktis tidak ada satu pun kemungkinan untuk menggantikan organisasi itu.
Adalah kelemahan organisasional buruh secara mendasar yang sudah ada sejak sebelum krisis ekonomi dan kejatuhan Soeharto yang menghambat buruh untuk dapat menggunakan sepenuhnya momen keterbukaan yang diciptakan peristiwa Mei 1998. Gambaran tentang terus melemahnya pengaruh buruh terlihat saat undang-undang perburuhan yang baru tentang serikat buruh akhirnya disahkan pada pertengahan tahun 2000.
Meskipun terdapat protes dari mayoritas organisasi buruh, tetapi masih memungkinkan bagi pemerintah memecah-belah serikat buruh yang baginya berbahaya bagi “kepentingan nasional”. Ketika organisasi buruh mampu menuntut kenaikan upah minimum—yang terus meningkatkan angka pengangguran dan protes para pengusaha—kenaikan harga yang kian melonjak dan berkurangnya subsidi pemerintah atas layanan dasar dan barang-barang secara terus-menerus akhirnya melenyapkan nilai riil kenaikan upah tersebut. Suatu ujian atas kekuatan serikat buruh terjadi pada 2002, dengan terus dilontarkannya gagasan kontroversial tentang undang-undang hubungan industrial yang baru yang ketika itu para aktifis buruh memilih bersikap brutal terhadap berbagai hambatan, di antaranya mengenai implementasi hak mereka melakukan aksi.
Meski nasib buruh pasca Soeharto sudah tidak “terpenjara” lagi, namun traumatisme orde lama masih ada pada gerakan buruh negeri ini di awal-awal orde baru. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan sistem demokratis di negeri ini semakin banyak pendukungnya, semua dan siapa pun bebas berekspresi, termasuk gerakan buruh juga bisa bebas berekpresi.
Untuk itu, di era demokratis ini, kiranya gerakan buruh harus memanfaatkannya dengan penuh. Yaitu dengan tetap membentuk organisasi atau gerakan buruh di berbagai daerah. Dan selain itu, juga mengadakan kegiatan keburuhan, semisal pelatihan dan pembekalan, guna meningkatkan kualitas buruh negeri ini.
Dalam kesempatan era ini, gerakan harus dikonsep sebagus dan baik mungkin. Bentuk konkrit dari wacana di atas, setidaknya bisa dipertimbangkan untuk dikonsepkan untuk gerakan buruh masa depan di negeri  ini. Jika demikian, gerakan buruh di negeri bisanya tidak hanya memprotes dengan unjuk rasa, tapi juga bisa memproses bentuk protes yang ada. Moh. Jupriadi, Wakil Gubenur Fakultas Dakwah


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes