Rabu

Mahasiswa Miskin Baca

Manusia diciptakan di dunia ini dalam keadaan sempurna dimana dia membutuhkan sesuatau pasti manusia mendapatkannya. Keyakinan seperti ini telah terbukti di dalam Al-Qur’an bahwa manusia adalah sebagai khalifah filardhi. Logikanya, tidak mungkin manusia dijadikan khalifah di muka bumi ini jika tidak dibekali dengan adanya potensi yang diberikan oleh Tuhan. maka dari itu jika potensi di dalam manusia tidak digali yang diamanahkan oleh Tuhan, maka di sanalah manusia mengingkari dirinya sebagai makhluk membaca.
Untuk mengurangi diri kita dari keingkaran bahwa kita benar-benar makhluk pembaca maka kita harus membuktikan dengan cara sering melakukan aktifitas membaca untuk menguji apakah benar aktifitas membaca membuat kita jadi orang yang dibaca oleh orang lain atau tidak.
Sejarahwan telah mencatat dari pengalaman  suksesnya membuktikan, jika kelananya lewat membaca membuka mata hati, melihat lebarnya dunia menerbangkan nama dirinya kebelahan dunia. Albert Enstein salah satu Ilmuan fisika dari Amerika yang telah berhasil membongkar kekuatan kualitas berfikirnya lewat aktifitas-aktifitas ilmiah yang selalu mendampinginya, tiada hari yang ia miliki kecuali membaca buku.
Tidak hanya pada tokoh, seorang nabipun ditegur oleh Tuhan untuk membaca yaitu nabi Muhammad SWT sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang artinya “Bacalah ya Muhammad, bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu.” Surat Al-Alaq tidak dapat dipungkiri bahwa aktifitas membaca adalah aktifitas utama yang dilakukan oleh nabi kita Muhammad maka ketika kita ditunjuk sebagai kholifah, maka harus membaca sesuai dengan apa yang dilakuakan oleh nabi kita.
Oleh  karena itu, Tuhan menyiapkan prangkat khusus untuk membantu kewajiban manusia sebagai pemimpin ialah adanya kekuatan berfikir yang dinaungi oleh potensi otak. Pada otak terdapat potensi yang luar biasa, tapi untuk membuktikan adanya potensi itu membutuhkan alat bantu untuk merangsang kekuatan tersebut. Jika manusia untuk membangkitkan tenaganya adalah dengan makan,  maka manusia untuk membuktikan potensi yang ada dalam dirinya adalah dengan cara membaca, karena dengan membaca otak kita semakin lama akan semakin cair untuk berfikir kreatif, dan menjaga kita dari sifat lupa.
Sesuai dengan perkataan orang bijak bahwasanya buku adalah jendela dunia, itu benar adanya karena dengan buku, kita akan mendapatkan pengetahuan yang baru. Namun ironisnya, jika dikaitkan dengan aktualisasi dunia kampus yang diwarnai oleh para dosen dan mahasiswa tidak lagi mencerminkan dirinya sebagai mahasiswa ideal.
Melihat realita yang ada pada mahasiswa saat ini, tidak hanya mengalami dekadensi moral saja akan tetapi juga menggulingkan kegiatan-kegiatan intelektualitas ke dalam kedok pengangguran dalam berfikir, khususnya Fakultas Dakwah. Sangat ingin untuk membantu para mahasiswa pada saat ini seperti mahasiswa yang hidup di tempo 1998-an yang mampu menggulingkan Soeharto.
Sesuai dengan data yang didapat dari tim corong yang menyebarkan polling di Fakultas Dakwah. Walhasil, mahasiswa Fakultas Dakwah ternyata kendor dalam membina dirinya untuk membiasakan baca buku, sudah mau menginjak pada tatanan prilaku pengangguran pada pola prilaku otak yang sudah berkurang. Sesuai data yang tertulis, ada 60% yang suka baca sms dan 40% yang minat baca buku. Prosentase ini juga mempengaruhi jumlah kebiasaan pola prilakunya setiap hari sehingga bertambahnya peningkatan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa antar sms terdapat 75% dengan membaca buku yang terdapat 25%.
Maka tidak salah bila perpustakaan  yang ada di IAIN sebagai salah satu jantung perguruan tinggi ini tidak lagi berfungsi sebagai taman baca. Karena mahasiswa sudah cendrung membawa HP dari pada membawa buku untuk dibaca, maka tingkat resensi hidup sebagai mahasiswa di kampus juga menurun sesuai dengan prosentase bahwa ada 40% yang memiliki resensi dalam perkuliahan dan 50% yang tidak punya resensi serta 10% yang menjawab tidak menahu tentang resensi yang dimiliki selama kuliah.
 Fakta-fakta di atas merupakan salah satu indikasi bahwa mahasiswa minim dalam kesadaran intelektual, mereka sudah teracuni oleh hedonisme semata. Mengapa mereka sudah tidak maksimal membaca buku, padahal dalam perkuliahan buku adalah modal mereka dalam mengasah intelektualnya?
Ironis memang mahasiswa saat ini, siapa kemudian yang salah! apakah kebijakan kampus yang tidak merata atau mahasiswa itu sendiri? Ini adalah PR pada diri kita untuk selau introspeksi diri. Maka ketika mahasiswa memiliki gelar agent of control maka mau tidak mau mahasiswa harus bisa mengontrol dirinya agar gelar itu selalu melekat dengan baik dalam tubuh mahasiswa.
Maka perlu adanya pedoman untuk tetap gigih membangun tradisi membaca buku tersebut serta harus melakukan  upaya dalam  menaggulangi redupnya baca buku di kalangan mahasiswa dengan di lakukan empat cara: Pertama; harus ada peningkatan sistem dari akademik ataupun pihak rektor dan sejenisnya yang mempengaruhi pola hidup mahasiswa untuk memberikan aktifitas membaca baik dilalui dengan tugas kuliah yang identik dengan membuat makalah diganti dengan meresensi sebuah buku minimal satu buku dalam sehari. Kedua: fokus pada penyadaran diri bahwa tidak membaca buku adalah awal dari kebodohan, dari kebodohan pintu utama masuk dalam kesulitan menggapai sesuatau yang diinginkan. Ketiga:sering-sering melihat orang sukses sebagai analogi pengetahuan dalam dirinya dan baru menemukan tujuan hidupnya ke depan dengan jelas. Dan yang terakhir berfiksir optimis dalam diri  bahwa kita adalah makhluk yang dititipkan untuk beraktifitas membaca. Hari W. & Asy'ari, Mahasiswa Komunikasi & Sosiologi IV





0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes