Dalam agama, manusia menempati posisi yang paling tinggi di antara makhluk yang lainnya. Dalam dirinya mengandung berbagai macam kelebihan yang dapat mengantar dirinya pada jalan atau tujuan yang dikehendakinya. Selain itu manusia disuruh mempelajari dunia gaib, baik itu dunia setan, jin atau bahkan dunia malaikat sekalipun. Tetapi kadang ada sebagian orang yang beranggapan bahwa mempelajari dunia gaib adalah musyrik, tahayyul, dan sebagainya. Hal itu tergantung pada bagaimana orang itu mempercayainya. Pertanyaan yang akan muncul kemudian adalah “bagaimana kita bisa mengerti jin kalau kita tidak memahami psikologi jin”, atau “bagaimana kita bisa mengatakan kalau kita terhindar dari bujuk rayu setan, sedang keberadaan setan saja kita tidak mempercayainya.
Mungkin kita pernah mendengar tentang cerita Ratu Kidul?Kanjeng Ratu Kidul adalah Dewi Nawang Wulan, sosok bidadari yang pernah diperisteri Jaka Tarub. Sedangkan kisah menjelaskan Ratu Kidul puteri seorang raja di Tanah Jawa. Kanjeng Ratu Kidul berasal dari Tanah Batak. Isu ini pertama kali dibicarakan tahun 1985, ketika dalam suatu acara adat Batak di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Beberapa orang mengangkat masalah ini. Tetapi rupanya tidak terlalu mendapat respon yang hadir. Isu pun tenggelam dengan sendirinya. Bahkan di dunia maya (internet), hanya terdapat satu situs yang menyinggung masalah ini. Itupun hanya dalam beberapa baris kalimat saja.
Spiritualis yang akan memimpin ritual tersebut mengatakan, saat ini di daerah Samosir ada seorang wanita yang kerap kali kemasukan roh Kanjeng Ratu Kidul. Wanita bernama Boru Tumorang ini sering mengaku sebagai Kanjeng Ratu Kidul ketika sedang trance. Itulah sebabnya, Boru Tumorang sengaja didatangkan ke Jawa untuk mengikuti ritual menguak asal usul Kanjeng Ratu Kidul. Legenda asal usul Kanjeng Ratu Kidul berasal dari tanah Batak ini tidak lepas dari kisah raja-raja Batak.
Perjalanan etnis Batak dimulai dari seorang raja yang mempunyai dua orang putra. Putra sulung diberi nama Guru Tatea Bulan dan kedua diberi nama Raja Isumbaon. Putra sulungnya, yakni Guru Tatea Bulan memiliki 11 anak (5 putera dan 6 puteri). Kelima putera bernama: Raja Uti, Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Lau Raja. Sedangkan keenam puteri bernama: Biding Laut, Siboru Pareme, Paronnas, Nan Tinjo, Bulan dan Si Bunga Pandan. Putri tertua yakni Biding Laut memiliki kecantikan melebihi adik perempuan lainnya. Dia juga memiliki watak yang ramah dan santun kepada orang tuanya. Karena itu, Biding Laut tergolong anak yang paling disayangi kedua orang tuanya.
Namun, kedekatan orang tua terhadap Biding Laut ini menimbulkan kecemburuan saudara-saudaranya yang lain. Mereka lalu bersepakat untuk menyingkirkan Biding Laut.
Suatu ketika, saudara-saudaranya menghadap ayahnya untuk mengajak Biding Laut jalan-jalan ke tepi pantai Sibolga. Permintaan itu sebenarnya ditolak Guru Tatea Bulan, mengingat Biding Laut adalah puteri kesayangannya. Tapi saudara-saudaranya itu mendesak terus keinginannya, sehingga sang ayah pun akhirnya tidak dapat menolaknya.
Pada suatu hari, Biding Laut diajak saudara-saudaranya berjalan-jalan ke daerah Sibolga. Dari tepi pantai Sibolga, mereka lalu menggunakan 2 buah perahu menuju ke sebuah pulau kecil bernama Pulau Marsala, dekat Pulau Nias.
Tiba di Pulau Marsala, mereka berjalan-jalan sambil menikmati keindahan pulau yang tidak berpenghuni tersebut. Sampai saat itu, Biding Laut tidak mengetahui niat tersembunyi saudara-saudaranya yang hendak mencelakakannya. Biding Laut hanya mengikuti saja kemauan saudara-saudaranya berjalan semakin menjauh dari pantai. Menjelang tengah hari, Biding Laut merasa lelah hingga dia pun tertidur. Dia sama sekali tidak menduga ketika dirinya sedang lengah, kesempatan itu lalu dimanfaatkan saudara-saudaranya untuk meninggalkan Biding Laut sendirian di pulau itu.
Sementara saudara-saudara Biding Laut sudah siap menggunakan 2 buah perahu untuk kembali ke Sibolga. Tetapi salah seorang saudaranya mengusulkan agar sebuah perahu ditinggalkan saja. Dia khawatir kalau kedua perahu itu tiba di Sibolga akan menimbulkan kecurigaan. Lebih baik satu saja yang dibawa, sehingga apabila ada yang menanyakan sebuah perahunya tenggelam dengan memakan korban Biding Laut. Tapi apa yang direncanakan saudara-saudaranya itu bukanlah menjadi kenyataan, karena takdir menentukan lain.
Ketika terbangun dari tidurnya, Biding Laut terkejut mendapati dirinya sendirian di Pulau Marsala. Dia pun berlari menuju pantai mencoba menemui saudara-saudaranya. Tetapi tidak ada yang dilihatnya, kecuali sebuah perahu.
Biding laut tidak mengerti mengapa dirinya ditinggalkan seorang diri. Tetapi dia pun tidak berfikiran saudara-saudaranya berusaha mencelakakannya. Tanpa pikir panjang, dia langsung menaiki perahu itu dan mengayuhnya menuju pantai Sibolga.
Tetapi ombak besar tidak pernah membawa Biding Laut ke tanah kelahirannya. Selama beberapa hari perahunya terombang-ombang di pantai barat Sumatera. Entah sudah berapa kali dia pingsan karena kelaparan dan udara terik. Penderitaannya berakhir ketika perahunya terdampar di Tanah Jawa, sekitar daerah Banten.
Seorang nelayan yang kebetulan melihatnya kemudian menolong Biding Laut. Di rumah barunya itu, Biding Laut mendapat perawatan yang baik. Biding Laut merasa bahagia berada bersama keluarga barunya itu. Dia mendapat perlakuan yang sewajarnya. Dalam sekejap, keberadaannya di desa itu menjadi buah bibir masyarakat, terutama karena pesona kecantikannya.
Pada suatu ketika daerah itu kedatangan seorang raja dari wilayah Jawa Timur. Ketika sedang beristirahat dalam perjalanannya, lewatlah seorang gadis cantik yang sangat jelita bak bidadari dari kayangan dan menarik perhatian Sang Raja. Karena tertariknya, Sang Raja mencari tahu sosok jelita itu yang ternyata Biding Laut. Terpesona kecantikan Biding Laut, sang raja pun meminangnya.
Biding Laut tidak menolak pinangan itu, hingga keduanya pun menikah. Selanjutnya Biding Laut dibawanya ke sebuah kerajaan di Jawa Timur. Begitulah kisah hidup seorang Ratu yang akan memimpin Pantai Selatan, harus mencicipi terlebih dahulu dobrakan-dobrakan jasmani maupun rohani sehingga mampu menguasai pantai selatan.
Nur Layli, psikologi*
0 komentar:
Posting Komentar