kekuasaan publik yang dipercaya kepada mereka.
Jadi, kasus tindak korupsi dari kasus di atas kita analisis dari perspektif keimanan.Kadar orang yang beriman yaitu orang–orang yang bisa menjaga hatinya dari perbuatan-perbuatan buruk, sehingga dalam menempuh hidup, selalu dalam bimbingan Allah. Sementara kadar keimanan seseorang dapat diukur dengan “takaran” surat Al-Anfal ayat 2. Dalam ayat ini Allah memberikan kriteria orang beriman. “Sesungguhnya orang mukmin (beriman) adalah mereka yang bila disebut nama Allah, bergetar hatinya, bila dibacakan ayat—ayat Allah bertambah imannya,dan kepada Allah bertawakal”.
Apakah Koruptor bergetar hatinya ketika mendengar dan dibacakan ayat—ayat Allah?
jika koruptor ketika bersumpah tidak bergetar hatinya maka dia tidak termasuk orang yang beriman.karena tidak banyak orang yang bisa bergetar hatinya ketika mendengar ayat—ayat Allah. Apalagi koruptor, maka ketika seperti itu maka sumpah itu berarti palsu. Dan apabila sumpah itu dibacakan dan hatinya bergetar serta diiringi dengan ketakuta-ketakutan dan mempunyai upaya untuk menjalankan semua yang telah ia janjikan, maka itulah yang dikatan sumpah yang asli.
Sementara hati koruptor amat tumpul dan tidak mempunyai rasa kepedulian terhadap sesama manusia, koruptor cenderung mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan nasib orang lain.
Di samping itu, Koruptor selalu gelisah hatinya karena terdapat sesuatu yang kotor pada dirinya. Dikarenakan sering melakukan perbuatan busuk. Hati yang ia miliki tidak bisa mendengarkan apapun yang terjadi disekitarnya apa lagi bergetar ketika dibacakan kalimat—kalimat Allah swt.
Sementara ukuran yang disebut dalam ayat di atas bahwa orang yang bergetar hatinya, adalah indikator orang yang ingin hijrah hatinya, hijrah di sini artinya selalu ingin berpindah dari perbuatan—perbuatan yang tercela ke perbuatan yang baik. Koruptor tidak pernah mempunyai keinginan untuk berpindah dari perbuatan korupsinya yang amat tercela, hal ini terbukti dari kasus—kasus korupsi yang selalu bertambah setiap harinya.
Seandainya koruptor bisa mengendalikan hatinya dan berusaha untuk hijrah dari perbuatan korupsinya supaya tidak melakukan perbuatan korupsinya lagi, maka tidak perlu ada KPK di Indonesia.
Kesempurnaan iman di dalam QS, Al-Imran ayat 114 yaitu “mereka beriman kepada dan hari penghabisan, dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar dan mengerjakan berbagai kebaikan, mereka itu termasuk orang—orang yang sholeh”.
Dari ayat di atas jelas bahwa koruptor tidak bisa dikatakan orang yang memiliki iman yang sempurna karena tindakan korupsi yang ia lakukan merupakan tindakan yang murka. Dan tindakan korupsi tidak mencegah terhadap perbuatan yang mungkar malah membuat masalah—masalah baru.
Jika iman sudah tertanam dalam pejabat kita, maka tindakan korupsi tidak akan lagi muncul di Indonesia karena tindakan orang yang beriman jelas tidak akan merugikan orang lain dan tidak akan melanggar hukum. Di samping itu, orang beriman akan menjauhi tindakan—tindakan yang tercela, serta akan selalu melakukan amal sholeh. Arief Encing**
Jadi, kasus tindak korupsi dari kasus di atas kita analisis dari perspektif keimanan.Kadar orang yang beriman yaitu orang–orang yang bisa menjaga hatinya dari perbuatan-perbuatan buruk, sehingga dalam menempuh hidup, selalu dalam bimbingan Allah. Sementara kadar keimanan seseorang dapat diukur dengan “takaran” surat Al-Anfal ayat 2. Dalam ayat ini Allah memberikan kriteria orang beriman. “Sesungguhnya orang mukmin (beriman) adalah mereka yang bila disebut nama Allah, bergetar hatinya, bila dibacakan ayat—ayat Allah bertambah imannya,dan kepada Allah bertawakal”.
Apakah Koruptor bergetar hatinya ketika mendengar dan dibacakan ayat—ayat Allah?
jika koruptor ketika bersumpah tidak bergetar hatinya maka dia tidak termasuk orang yang beriman.karena tidak banyak orang yang bisa bergetar hatinya ketika mendengar ayat—ayat Allah. Apalagi koruptor, maka ketika seperti itu maka sumpah itu berarti palsu. Dan apabila sumpah itu dibacakan dan hatinya bergetar serta diiringi dengan ketakuta-ketakutan dan mempunyai upaya untuk menjalankan semua yang telah ia janjikan, maka itulah yang dikatan sumpah yang asli.
Sementara hati koruptor amat tumpul dan tidak mempunyai rasa kepedulian terhadap sesama manusia, koruptor cenderung mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan nasib orang lain.
Di samping itu, Koruptor selalu gelisah hatinya karena terdapat sesuatu yang kotor pada dirinya. Dikarenakan sering melakukan perbuatan busuk. Hati yang ia miliki tidak bisa mendengarkan apapun yang terjadi disekitarnya apa lagi bergetar ketika dibacakan kalimat—kalimat Allah swt.
Sementara ukuran yang disebut dalam ayat di atas bahwa orang yang bergetar hatinya, adalah indikator orang yang ingin hijrah hatinya, hijrah di sini artinya selalu ingin berpindah dari perbuatan—perbuatan yang tercela ke perbuatan yang baik. Koruptor tidak pernah mempunyai keinginan untuk berpindah dari perbuatan korupsinya yang amat tercela, hal ini terbukti dari kasus—kasus korupsi yang selalu bertambah setiap harinya.
Seandainya koruptor bisa mengendalikan hatinya dan berusaha untuk hijrah dari perbuatan korupsinya supaya tidak melakukan perbuatan korupsinya lagi, maka tidak perlu ada KPK di Indonesia.
Kesempurnaan iman di dalam QS, Al-Imran ayat 114 yaitu “mereka beriman kepada dan hari penghabisan, dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar dan mengerjakan berbagai kebaikan, mereka itu termasuk orang—orang yang sholeh”.
Dari ayat di atas jelas bahwa koruptor tidak bisa dikatakan orang yang memiliki iman yang sempurna karena tindakan korupsi yang ia lakukan merupakan tindakan yang murka. Dan tindakan korupsi tidak mencegah terhadap perbuatan yang mungkar malah membuat masalah—masalah baru.
Jika iman sudah tertanam dalam pejabat kita, maka tindakan korupsi tidak akan lagi muncul di Indonesia karena tindakan orang yang beriman jelas tidak akan merugikan orang lain dan tidak akan melanggar hukum. Di samping itu, orang beriman akan menjauhi tindakan—tindakan yang tercela, serta akan selalu melakukan amal sholeh. Arief Encing**
0 komentar:
Posting Komentar