Fenomena feminisme bukan hal baru untuk dibincangkan kembali melainkan suatu pandang positif yang harus diterapkan di kalangan masyarakat. Gerakan Feminisme berasal dari analisis dan ideologi yang berbeda, tetapi mempunyai kesamaan tujuan, yaitu kepedulian memperjuangkan nasib perempuan. Sebab, gerakan ini berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa perempuan ditindas, dieksploitasi dan berusaha untuk menghindari dari penindasan dan eksploitasi. Secara umum, Feminisme membicarakan gerakan untuk mencapai kesetaraan politik, sosial, dan pendidikan antara perempuan dan laki-laki. Dengan gagasan ini, agama mempunyai suatu bukti untuk mendukung adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan atau sebaliknya. Seorang perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Yang mana perempuan mempunyai peran yang sedikit terhadap sosial, politik dan ekonomi.
Feminisme dalam Islam dan Buddha
Agama memberikan kejujuran dalam memberikan kebenaran, tergantung bagaimana manusia menafsirkan dengan benar. Tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki dari sisi kemanusiaannya. Karena perempuan sebagaimana laki-laki memiliki hak yang sama dalam menentukan masa depannya. Adapun perbedaan yang ada di antara keduanya, tidak mengurangi sisi kemanusiaan itu sendiri. Tuhan menciptakan manusia dengan dibekali kekuatan akal serta diiringi kesucian wahyu untuk mencapai kesempurnaan. Di alam azali manusia pun berikrar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi. Manusia bersedia mengemban amanat suci langit untuk menebarkan kebaikan serta mencegah kemungkaran di dunia. Sebuah amanat yang tak sanggup diemban oleh makhluk mana pun. Maka, manusia memiliki konsekuensi untuk membangun diri serta lingkungannya, baik itu ruang lingkup keluarga maupun masyarakat secara luas. Demikian halnya dengan perempuan sebagai salah satu ciptaan Tuhan tidak lepas dari amanat tersebut.
Perempuan dan laki-laki, jika dilihat dari proses penciptaan yaitu sama-sama mempunyai tanggungan terhadap Tuhan menjalankan perintah untuk beramal baik, seperti yang tertera dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 35 yang artinya:”Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar dan tabah (dalam kebajikan), laki-laki dan perempuan yang sederhana, laki-laki dan perempuan yang memberi sedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara (kesopanan mereka), laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah, bagi mereka Allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar”.
Selain daripada itu manusia terlahir sebagai makhluk sosial. Kebutuhan yang mengiringinya tak hanya sebatas makan, minum serta kebutuhan biologis lainnya dan kasih sayang. Bermasyarakat menjadi bagian yang lekat pada fitrah manusia. Maka, dalam konteks ini manusia memiliki peran ganda, individu maupun sosial. Perempuan sebagai bagian dari manusia tentu saja memiliki peran serupa. Di dalam al-Qur’an, persoalan ini secara jelas telah disinggung, misalnya di dalam surat an-Nur, ayat ini berhubungan dengan tugas sosial manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Di samping itu, lebih khusus al-Qur’an juga berbicara tentang keterlibatan perempuan di masyarakat . Salah satu fakta tercatat atas tanggungjawab perempuan di atas masyarakat adalah dengan adanya peranan politik yang dimainkan seorang perempuan yang menduduki pejabat-pejabat pemerintahan demi menjaga kedamaian masyarakat dan keruntuhan bumi secara global, tidak berhenti di situ saja, perempuan juga bisa melakukan pertempuran demi kemerdekaan negara seperti ibu kita Kartini. Nabi Muhammad SAW secara langsung mengajarkan bagaimana menempatkan posisi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Masih banyak di dalam al-Qu’an dan hadis mengenai kesetaraan perempuan dan laki-laki
Feminisme Buddha
Feminisme dalam agama Buddha sangat berbeda sekali dengan agama yang kita percayai. Melihat dari sejarah agama Buddha yang berkembang di India, China, Australia hingga benua Amerika. Dahulunya di dalam ajaran agama Buddha tidak ada Feminisme. Yang ada hanya diskriminasi. Dulu, ciri-ciri Buddha yang berjumlah 32 (mahapurusa) salah satunya adalah alat kelamin laki-lakinya terbungkus oleh selaput, membuat banyak penganut Buddha tradisi Therawada meyakini bahwa Buddha haruslah seorang pria. Dan adat istiadat masyarakat India dulu, menjalani kehidupan suci bukanlah jalan untuk wanita (tidaklah diperuntukkan bagi wanita). Sastra Manudharma dengan sangat jelas menyatakan bahwa keselamatan seorang wanita hanya bisa ditempuh dengan cara bhakti (kesetiaan/ketaatan) terhadap suaminya semata. Tapi ada sedikit kritikan dari beberapa masyarakat serta pemikiran inilah yang kemudian berkembang di dalam pemikiran Buddhisme tradisi Mahayana sehingga ada konsep Buddha wanita. Dan mungkin kita perlu meragukan keaslian konsep Mahapurusa atau 32 ciri Buddha. Mahayana itu merupakan Buddhisme yang liberal. Sebagian pemikiran Mahayana mengangkat kaum perempuan sehingga dalam jataka cina dapat ditemukan Bodhisatta yang terlahir sebagai perempuan sebelum akhirnya terlahir sebagai laki-laki yaitu Buddha Gotama. Namun, hal tersebut dirasa tidak sesuai dengan ajaran Buddha sehingga pada akhirnya lahir konsep Buddha perempuan di China yang terwujud dalam awalokiteswara (guan-yin). Untuk membuat kesejajaran jender, dikembangkan konsep Bodhisatwa. Bodhisatwa mempunyai pengertian yang lebih luas daripada Bodhisatta, yaitu orang yang mampu menjadi Buddha namun tidak langsung memasuki nirwana, tetapi mengabdikan dirinya demi makhluk lain (dalam cacatan Willy Yandi Wijaya).
Dari catatan sejarah ini, masih terlihat perbedaan antara perempuan dan laki-laki dari kaca mata agama Buddha. Namun pada saat ini sudah ada pergeseran baru yang nampak terlihat dalam faktanya, sudah banyak orang yang memilih nilai-nilai sosial yang bermoral, beretika tinggi bersifat menjauhkan pada penindasan dalam jender. Kita bisa melihat relitas yang ada, seperti negara yang beragama Hindu , sudah banyak perempuan ikut terjun dalam dunia politik, ekonomi, budaya bahkan dalam pengembangan skil. Salah satu contoh di negara China mayoritas wanita sudah menjadi guru dan duduk di institusi pemerintahan. Di India sudah ada tayangan sinetron yang menjadi bintang filem seorang perempuan, dan masih banyak fakta lainnya yang menggambarkan adanya Feminisme di beberapa negara yang menganut agama Hindu.Tapi sebenarnya dikembalikan pada individu bagaimana sudut pandang dari mereka itu sendiri dalam mengaitkannya pada keagamaan khususnya di India.
Asy'ari.Sosiolog IV*
0 komentar:
Posting Komentar